JAM-Pidum Selesaikan Perkara Pencurian Sepeda Motor di Lombok Timur Berdasarkan Restorative Justice

 

Jakarta – Kamis 8 Agustus 2024, Jaksa Agung RI melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) Prof. Dr. Asep Nana Mulyana memimpin ekspose dalam rangka menyetujui 19 permohonan penyelesaian perkara berdasarkan mekanisme keadilan restoratif.

Adapun salah satu perkara yang diselesaikan melalui mekanisme keadilan restoratif yaitu terhadap Tersangka Rudi Himawan bin Amaq Rus dari Kejaksaan Negeri Lombok Timur, yang disangka melanggar Pasal Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.

Kronologi bermula saat tersangka mendatangi rumah Saksi Korban Husnul Pahmi dengan maksud untuk meminjam sepeda motor milik saksi Husnul Pahmi kemudian sesampainya di depan rumah, tersangka melihat ada 4 (empat) unit sepeda motor yang sedang di parkir di halaman rumah tersebut salah satunya adalah 1 (satu) unit sepeda motor Yamaha Mio warna hitam dengan Nomor Polisi DR 6646 LC, Noka: MH328D30CAJ085849 dan Nomor Mesin: 28D-2085932 milik saksi Husnul Pahmi yang saat itu kunci kontaknya masih tercantol di sepeda motor sehingga tersangka mengurungkan niatnya untuk meminjam sepeda motor tersebut.

Selanjutnya, Tersangka Rudi Himawan bin Amaq Rus secara diam-diam mengambil sepeda motor Yamaha Mio warna hitam dengan cara mendorong dan membawanya keluar dari halaman rumah saksi HUSNUL PAHMI dan sesampainya tersangka di samping rumah saksi HUSNUL PAHMI, tersangka lalu menghidupkan mesin sepeda motor dengan menggunakan kunci kontaknya setelah itu tersangka membawanya pergi ke rumah mertua tersangka bertempat di Desa Apitaik, Kecamatan Pringgabaya, Kabupaten Lombok Timur untuk disembunyikan dan rencananya sepeda motor tersebut akan digunakan sehari-hari.

Mengetahui kasus posisi tersebut, Kepala Kejaksaan Negeri Lombok Timur Hendro Wasisto, S.H., M.H bersama Kasi Pidum Syahrur Rahman, S.H. serta Jaksa Fasilitator Widyawati, S.H., dan Edy Setiawan, S,H. menginisiasikan penyelesaian perkara ini melalui mekanisme restorative justice.

Dalam proses perdamaian, Tersangka mengakui dan menyesali perbuatannya serta meminta maaf kepada Korban. Setelah itu, Korban menerima permintaan maaf dari Tersangka dan juga meminta agar proses hukum yang sedang dijalani oleh Tersangka dihentikan.

Usai tercapainya kesepakatan perdamaian, Kepala Kejaksaan Negeri Lombok Timur mengajukan permohonan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif kepada Kepala Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Barat. Setelah mempelajari berkas perkara tersebut, Kepala Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Barat Enen Saribanon, S.H., M.H. sependapat untuk dilakukan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif dan mengajukan permohonan kepada JAM-Pidum dan permohonan tersebut disetujui dalam ekspose Restorative Justice yang digelar pada Rabu, 8 Agustus 2024.

JAM-Pidum Prof. Dr. Asep Nana Mulyana menyampaikan bahwa Jaksa tidak hanya melakukan penegakan hukum yang sangar dengan hukuman penjara, tetapi juga mengharmoniskan hubungan atau kondisi antara pelaku dan korban seperti semula.

Selain itu, JAM-Pidum juga menyetujui 18 perkara lain melalui mekanisme keadilan restoratif, terhadap tersangka:

Tersangka Uspa Bayu bin Lagari dari Kejaksaan Negeri Berau, yang disangka melanggar Pasal 44 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga atau Pasal 44 ayat (4) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga.

Tersangka Jhoni Setiawan alias Unya anak dari Juliadi dari Kejaksaan Negeri Barito Selatan, yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian atau Pasal 372 KUHP tentang Penggelapan.

Tersangka Abdull Kadir bin Damiri (Alm) dari Kejaksaan Negeri Lampung Utara, yang disangka melanggar Pasal 480 ayat (1) KUHP tentang Penadahan Jo Pasal 84 KUHP.

Tersangka Suwardi Hamzah alias Adi dari Kejaksaan Negeri Tidore Kepulauan, yang disangka melanggar Pasal 49 huruf (a) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.

Tersangka Sarbanun Sabtu alias Sari dari Kejaksaan Negeri Halmahera Tengah, yang disangka melanggar Pasal 367 ayat (2) KUHP tentang Pencurian dengan Pemberatan.

Tersangka I Ramlah alias Romla binti Endut, Tersangka II Irvandi Jolara alias Ipan bin (Alm) Selamat dan Tersangka III Ahmadi alias Pak Madi bin Tiaman dari Kejaksaan Negeri Dumai, yang disangka melanggar Pasal 80 Ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

Tersangka Mulyati binti Yaya Rohman (Alm) dari Kejaksaan Negeri Kabupaten Bandung, yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.

Tersangka Tono Hartono bin Atik Somantri (Alm) dari Kejaksaan Negeri Kabupaten Bandung, yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.

Tersangka Neti Mulyati binti Tatang Setiawan dari Kejaksaan Negeri Kota Banjar, yang disangka melanggar Pasal 374 KUHP tentang Penggelapan dalam Jabatan.

Tersangka Wahyu Hermawan bin Wawan Ridwan dari Kejaksaan Negeri Cianjur, yang disangka melanggar Pertama Pasal 44 Ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2004 atau Kedua Pasal 44 Ayat (4) Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.

Tersangka Yogi Rahmat bin Jajang dari Kejaksaan Negeri Ciamis, yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.

Tersangka Anjar Nifsu Sa’bani alias Gonjred bin Ahmad Nadir dari Kejaksaan Negeri Kebumen, yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.

Tersangka Rian Irawan Efendi alias Reswog bin Supaat dari Kejaksaan Negeri Kabupaten Tegal, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.

Tersangka Fazil bin Sulaiman dari Kejaksaan Negeri Aceh Utara, yang disangka melanggar asal 44 Ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan.Kekerasan Dalam Rumah Tangga.

Tersangka M. Saleh alias Saleh bin Anwar Johari dari Kejaksaan Negeri Gayo Lues, yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.

Tersangka Junaidi bin Razali Mahmud dari Kejaksaan Negeri Bireuen, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan Jo pasal 55 KUHP.

Tersangka Rozi Ramazan bin Ramli dari Kejaksaan Negeri Bireuen, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) Jo pasal 55 KUHP tentang Penganiayaan.

Tersangka Saidinur bin Razali Mahmud dari Kejaksaan Negeri Bireuen, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) Jo pasal 55 KUHP tentang Penganiayaan.

Alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan antara lain:

Telah dilaksanakan proses perdamaian dimana Tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf;

Tersangka belum pernah dihukum;

Tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana;

Ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun;

Tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya;

Proses perdamaian dilakukan secara sukarela dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan, dan intimidasi;

Tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar;

Pertimbangan sosiologis;

Masyarakat merespon positif.

Selanjutnya, JAM-Pidum memerintahkan kepada Para Kepala Kejaksaan Negeri untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum. (K.3.3.1). (*)

Facebook
Twitter
LinkedIn
WhatsApp
Email

Artikel Terbaru

Video Terbaru

Scroll to Top